Alhamdulillah

Senin, 17 Agustus 2009
Alhamdulillah...perlu kawan2 ketahui bahwa akreditas SMAN 1 Mancak adalah B denagn niali 70,73, Itu artinya akreditas SMA kita sama dengan SMA besar yang ada di banten (SMAN 1 dan 2 Serang, SMAN 1 Taktakan, SMAN 1 Cilegon, SMAN 1 Anyer dll,) meskipun hanya sedikit perbedaan nilai, Namun saya tetap bangga akan perkembangan SMAN 1 Mancak tempat saya dan kawan menggali ilmu dan memiliki keluargauntuk lebih lengkap silahkan buka di http://www।ban-sm।or।id/provinsi/banten/akreditasi/index/page:55

ha..haa...

SAUNG PAGUYUBAN MANCAK, TEATER AWAN, DAN STKIP RANGKASBITUNG

Oleh Gola

Suatu siang, 9 Pebruari 2005, saya diundang oleh “Saung Paguyuban Mancak” untuk membicarakan soal pembentukan saung baca seperti di Rumah Dunia.. Saya beserta Tias Tatanka, Bella, Abi, Odi, dan empat volunteer Rumah Dunia; Qizink La Aziva, Wangsa Nestapa, dan Muhzen Den meluncur ke sana. Sepanjang perjalanan, saya teringat perjalanan Bandung – Purwakarta lewat rute Wanayasa – Cagak – Subang – Lembang. Betapa indah. Cuacanya sejuk, mungkin karena sedang musim hujan. Saya jadi teringat tahun 70-an. Setiap musim durian, bersama Bapak naik sepeda motor ke sini. Beberapa murid Bapak di SPG (Sekolah Pendidikan Guru) mengundang kami makan durian.

***

SASTRA

Diskusi bertempat di depan SMAN 1 Mancak, di saung panggung bambu, beratapkan rumbia, menghadap persawahan, dan dikelilingi perbukitan hijau. Peserta diskusi para pemuda dan pemudi Mancak, yang merasa masih dipandang sebelah mata oleh warga Serang, sebagai ibukota provinsi Banten. Kata mereka, “Kami ingin punya tempat belajar seperti ‘Rumah Dunia’, supaya tidak diangap remeh oleh Serang!”.

Mereka rata-rata mahasiswa perguruan tinggi negeri favorit di Bandung, Bogor, dan Jakarta. Saya cukup tercengang menyadari itu. Saat saya lulus SMA tahun 1982, hanya bisa dihitung dengan jari yang bisa lolos ke perguruan tinggi negeri sekelas UNPAD atau ITB. Dan itu hanya bisa dilakukan oleh para siswa dari SMAN 1 Serang seperti saya, yang lolos di sastra UNPAD. Tapi sekarang, para siswa lulusan SMAN 1 Mancak, yang lokasinya jauh di pelosok kampung, bisa menembus UNPAD, ITB, dan IPB!

Pertanyaan langsung muncul di benak saya, “Apakah mereka juga membaca sastra?” Kegelisahan saya mendapatkan jawaban memuaskan dari seorang guru bahasa dan sastra Indonesia SMAN 1 Mancak. Rata-rata mereka mengenal novel-novel sastra mutakhir. “Bahkan sesekali saya membawa para siswa belajar sastra di luar kelas. Kebetulan di depan sekolah kami ada persawahan dan sungai.” Saya sangat terkesan dengan penjelasan sang guru. Tapi nanti dulu!

“Sayangnya, kurikulum berbasis kompetensi yang saya terapkan, tidak sejalan dengan para pejabat dindik. Soal-soal yang keluar saat ulangan semester atau UAN, masih saja merujuk ke novel-novel pujangga lama dan baru. Atau jauh kebelakang lagi. Saya suka bingung dan jadi serba salah!” kata sang guru, yang jebolan UPI Bandung. “Kasihan jadinya anak-anak.”

BANGKIT

Yah, mungkin kita perlu kasihan pada para pelajar umumnya, yang selalu diombang-ambingkan oleh “setan” bernama kurikulum. Tapi, kali ini, apakah kita perlu kasihan dengan para pelajar SMAN 1 Serang, yang tergabung di “Teater Awan”? Saya pikir tidak. Justru kita harus mengangkat jempol. Dimotori oleh ddua pelajar; Yessica dan Ermy, mereka menyerbu Rumah Dunia pada Minggu (27/2) lalu. “Ini adalah kebangkitan teater Awan, setelah 1 tahun tertidur!” kata Yessica, sutradara pementasan.

Anak-anak kampung Ciloang, Nandang Aradea (penggiat seni dari CafĂ© Ide, Untirta), Ivan Gondrong (Forum Kesenian Banten), Piter Tamba (Gesbica IAIN Serang), Toto ST Radik (Sanggar Sastra Serang), dan Ade Muliawati (tutor wisata lakon Rumah Dunia), dan anak-anak Rumah Dunia disuguhi pisang goreng, tahu isi, dan pementasan berjudul “The Dream Boy” oleh teater Awan. Yessica menjelaskan, ““Naskahnya menceritakan pergaulan bebas di kalangan pelajar SMA, yang mengakibatkan hamil diluar nikah. Semoga dengan menonton ini, kita jadi waspada.”

Saya jadi ingat saat semiloka “Taman Budaya Banten” di hotel Ferry, Merak, akhir 2003. “Jika gedung kesenian Banten belum juga berdiri, Rumah Dunia akan saya posisikan sebagai gedung kesenian alternatif,” tantang saya pada pihak Dindik dan Disbudpar Banten. Inilah yang saya impikan dengan Rumah Dunia. Semua pelajar atau mahasiswa di Banten, jika ingin berekspresi lewat kesenian, bisa datang ke Rumah Dunia. Tidak usah bayar. Mereka hanya perlu mengongkosi sendiri saja biaya produksinya. Kelak, jika sudah banyak donatur menyisihkan zakat, infak, dan sedekahnya, semua kegiatan di Rumah Dunia bisa betul-betul gratis! Para pelajar dan mahasiswa serta para seniman lainnya, hanya berkonsentrasi pada karya saja. Saya tidak tahu, kapan hal ini bisa terwujud. Masalahnya, orang-orang kaya di Banten seperti Embay Mulya Syarif, Tryana Samun, Bunyamin, Taufik Nuriman, tidak peduli dengan yang namanya kesenian atau kreatifitas anak muda Banten.

Seusai pementasan, dibuka diskusi. Piter sebagai moderator dan Ivan Gondrong pembahas. Ivan menekankan, bahwa dalam berteater itu ada hukum-hukum panggung yang mesti ditaati. “Melihat animo pelajar terhadap teater, maka saya beserta Rumah Dunia akan membuka kelas teater. Dibatasi 20 orang saja. Ada audisi segala. Targetnya pentas keliling Jawa!” kata Ivan.

LAUNCHING

Kini kegiatan kesenian beralih ke Banten Selatan. Tepatnya di Rangkasbitung. Kota yang selalu sepi dari berita seputar seni dan budaya, kini menggeliat. Adalah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Setiabudhi, yang punya hajat. Mereka mengadakan launching novel dwilogi "Sayap-Sayap Ababil" karya Firman Venayaksa, pengajar di sana. Acaranya pada Minggu, 6 Maret 2005, jam 9.00-12.00 WIB, di kampus STKIP Setiabudhi Rangkasbitung. Acaranya tidak hanya diskusi buku oleh Dra. Iroh Siti Zahroh, Drs. Sudarman M.Msi, dan Gola Gong, tapi juga dimeriahkan pula oleh UKM seni dan budaya Multatuli STKIP.

“Saya tidak menyangka, jika pihak STKIP antusias memestakan launching novel perdana saya,” kata Firman, PJ Program Rumah Dunia sekaligus dosen di STKIP. Setelah Multatulli dengan “Saijah dan Adinda”, peluncuran novel “Sayap-sayap Ababil” terbitan Mandar Utama Tiga, akan menjadi pertanda kebangkitan sastra di Rangkasbitung. Semoga saja.

*) Dimuat di Radar Banten, rubrik Salam dari Rumah Dunia – Edisi 3 Maret 2005

Minggu, 16 Agustus 2009
Untuk kawan2 alumni SMAN 1 Mancak, mohon maaf blog ini masih kosong karena data-data yang kami ingin tampilkan belum kami dapatkan.untuk memudahkan dan mmperlancar jalannya ikatan alumni,silahkan berkoordinasi dengan panitia pembentukan IKAsamancak yaitu Nike Nurmala(081910877724) dan dwi Normawardani (085959394779), Thanks